PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL BERBASIS MASALAH
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Bahasa
Indonesia Keilmuan
yang
dibina oleh Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd
Oleh:
Auliya
Aziza
120141411477
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH
April 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini,
buta aksara di negara kita ini, Indonesia,
semakin meningkat. Buta aksara ini tidak hanya di alami masayrakat yang berada
diluar Pulau Jawa yang jauh dari
pengawasan para menteri yang ada di Ibu Kota, tapi juga dialami oleh masayrakat
yang berada di luar Jawa. Diungkapkan Kasi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas
Pendidikan (Disdik) Pamekasan Halik bahwa jumlah warga buta huruf di Kabupaten
Pamekasan, Madura, Jawa Timur mengalami peningkatan. Sesuai dengan di data
Dinas Pendidikan setempat, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah buta
huruf mencapai 60.972 orang dari sebelumnya hanya 33.436 orang (LENSAINDONESIA.COM,
2013).
Keaksaraan Fungsional adalah sebuah usaha pendidikan luar sekolah
dalam membelajarkan warga masyarakat penyandang buta aksara agar memiliki mampu
menulis, membaca dan berhitung untuk tujuan yang pada kehidupan sehari-hari
dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di lingkungan sekitarnya,
untuk peningkatan mutu dan taraf hidupnya (Jurnaltugas.blogspot.com, 2013).
Jadi, Buta aksara dapat
diartikan sebagai ketidak mampuan seseorang untuk membaca dan menulis, dan buta
aksara ini akam mengantar seorang individu ataupun masayrakat ke sebuah
ketertinggalan. Sebab membaca dan menulis adalah dasar dan merupakan salah satu
kunci untuk memperoleh pengetahuan dan informasi.
Keterbatasan dalam ilmu dan informasai ini membuat masayrakat sering
kali mendapat masalah mulai dari hal kecil sampai hal besar, mulai dari
kebodohan, ketertinggalan informasi, ekonomi, kemiskinan hinggai terjerat
hukum. Seperti kasus yang dialami Mbok yang ditayangkan pada berita Liputan6.Com
pada akhir bulan Desember 2009, bahwa Minah petani asal Banyumas Jawa Tengah,
nenek tua terjerat hukum karena beliau mengambil tiga buah kakao yang jatuh,
dari pohonya untuk dijadikan bibit. Namun beliau dilaporkan oleh mandor yang
mengetahuinya. Dan akhirnya belaiu sampai di meja hiaju dan dijatuhi hukuman
penjara 1 bulan 15 hari. Mbok Minah Yang buta aksara dan tidak mengerti hukum
sehingga beliau terjerat hukum(Liputan6/Youtobe.Com, 2009).
Salah satu cara memberantas buta aksar adalah dengan keaksaraan
funsional. Pemerintah memberikan dana dan juga membuat program-program melalui
LSM ataupun melalui dikti. Buta aksara harus diberantasa guna menjalankan
tujuan pemerintah dan UUD seperti yang tertera dalam pembukaan UUD pada alenia
ke 4 yaitu “...mencerdaskan kehidupan bangsa...”. Serta sesuai UU Sisdiknas RI
Nomor 20 Tahun 2003 yaitu pada Bab II, Pasal 3. Adapun bunyinya adalah sebagai
berikut: pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Selain sebagai tujuan buta aksara adalah
salah satu penentu dalam keberhasailan suatu bangasa. Sebab buta aksara salah
satu indikator pembagunan sumber daya manusia/ indek pembangunan manusia (PMI).
Keaksaraan fugsional adalah salah satu cara memberantas buta kasara.
Sebab buta aksara adalah suatu cara atau pendekatan untuk membantu dan
mengembangkan kemampuan warga belajar dalam menguasai dan ketrampilan menulis,
membaca, berhitung, berfikir, mengamati, mendengar dan berbicara yang
berorientasi pada kehidupan sehari-hari, dengan memanfaatkan potensi pengalaman
yang dimilki oleh pesetra didik. Namun keaksaraan fungsional yang dewasa ini
diberikan oleh LSM saat ini belum maksimal dan merata beberapa daerah tingkat
buta aksara masih tinggi dalam
sebuah media masa (JPNN.COM, 2013) menuliskan di daerah Cimahi, buta aksara di
Kota Cimahi mencapai 3.000 orang sesuia dengan diungkapkan. Ketua Forum
Keaksaraan Jawa Barat, Tita Sutarsih menyebutkan, “tidak hanya di Kota Cimahi,
penambahan jumlah buta aksara di daerah lainnya pun sama. Seperti di Kabupaten
Tasikmalaya, pada tahun 2009, jumlah buta aksara sekitar 8.000, dan tahun ini
naik dua kali lipat menjadi sekitar 16.000 orang. Hal ini menunjukan bahwa
keaksaraan fungsional yang dilaksanakan belum maksimal” (JPNN.COM, 2013).
Kegagalan keaksaraan fungsional ini disebabkan beberapa faktor yaitu
kurang yaitu faktor ekonomi, faktor
pemikiran masayrakat tentang keaksaraan funsional yang diangap tidak bermanfaat
dan ketidak cocokan metode yang digunakan oleh pendidik atau tutor dalam
melaksanakan keaksaraan fugsional tersebut. Untuk dapat memaksimalkan
keaksaraan fungsional ini dapat menggunakan metode pembelajaran berbasis
masalah. Pembelajaraan berbasis masalah adalah suatu pembelajaraan dimana
peserta didik dituntut untuk belajar melalui cara menyelesaikan masalah yang
dialami secara kritis dan mandiri. Menurut Barrows & Kelson (dalam Riyanto : 2010: ) menuliskan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menuntut
peserta didik untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, belajar secara
mandiri, dan menuntut ketrampilan berpartisipasi dalam tim yang dilakukan secara
kolaborasi dan disesuaikan dengan kehidupan. Pembelajaran berbasis masalah ini
betujuan agar keaksaraan funsional dapat mengatasi masalah dari buta aksara
selain memberantas buta aksara itu sendiri seperti ketertinggalan informasi
ilmu dan penyelesain masalah yang dihadapi yang dialami dengan menerapkan
langsung masalah-masalah tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hakikat dari Keaksaraan Fungsional?
2.
Apa saja
masalah dalam aplikasi Keaksaraan Fungsional
3.
Bagaimana
wujud Keaksaraan Fungsional Berbasis Masalah
C.
Tujuan
1.
Mendiskripsikan
hakikat Keaksaraan Fungsional
2.
Mendiskripsikan
masalah dalam aplikasai keaksaraan fungsional
3.
Mendiskipsikan
wujud Keaksaraan Fungsional Berbasis Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Keaksaraan Fungsional
Keaksaraan
adalah sebuah progaram yang dibuat oleh lembaga pendidikan nonformal seperti
PLS (Pendidikan Luar Sekolah). Program keaksaraan ini dijalankan
oleh PLS (Pendidikan Luar Sekolah) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyrakat). Program
keaksaraan dulunya dikenal sebagai PBH (Pemberantasan Buta Huruf) Progaram
keaksaraan dibuat unutuk memberantas buta huruf dari masyrakat. Buta aksara di
atrikan sebagai ketidak mampuan untuk membaca, menulis dan menghitung
(calistung). Moedzakir (2010:31) mengartikan “Keaksaraan sendiri adalah sebuah
program pemberantasan buta huruf atau dulunya disebut lebih dikenal dengan PBH
(Pemberantasan Buta Huruf)”. Dari arti
tersebut dapat disimpulkan bahwa buta huruf atau buta aksara adalah sebuh
ketidak mampuan untuk membaca, menulis dan berhitung huruf latin. Pada program
keaksaraan peserta didik diajarkan untuk menggenal huruf latin, belajar
membaca, menulis dan berhitung.
Program
Keaksaraan sudah ada sebelum masa kemerdekaan oleh seperti promgram pendidikan
yang diberikan oleh para penjajah seperti sekolah rakyat. Pada masa awal
kemerdekaan keaksaraan merupakan salah satu program nasional sehubungan dengan
kenyaataan bahwa sebagian masayrakat indonesia pada waktu berda pada kondisi
buta huruf, lebih khusunya masayrakat menegah kebawah. Progaram ini merupakan
garapan yang sangat besar dan serius dilaksanakan. Program ini dijalakan cukup
lama mulai dari order lama hingga order baru, hal ini terkait dengan masih
tingginya jumlah masayrakat yang masih mengalamin buta huruf. pada masa
order program ini dilaksanakan pad
dengan pendekatan kelompok kerja di bawah tanggung jawab
Pendidikan Masayrakat. Keaksaraan Fungsional pada masa order baru
dinaugi Depdikbub (Departeman Pendidikan dan kebudayaan), adanya perubaha
struktur Depdikbud diubah menjadi
Direktorat pendidikan Masyrakat dibawah naugan
Ditjen PLSPO (Ditjen Pendidikan Luar Sekolah Pemudan dan Olahraga). Saat
ini program ini masaih dibawah naugan Direktorat Pendidikan Masyrakat tetapi nama direktorat jendral berubah
menjadi ditjen Pendidikan Formal dan Informal (PNFI). Moedzakir (2010:31).
Moedzakir
(2010:31) menagungkapkan “Program Keaksaraan saat ini lebih dikenal dengan
Keaksaraan Fungsional atau KF dan di tataran
internasional disebut Literacy Program”. Sesuai dengan namannya perkembangan Program
Keaksaraan disisni berkembang lebih lanjut yaitu tidak hanya mengajarkan cara
membaca, menulis dan berhitung saja. Sehingga Keaksaraan brkembang menjadi Program
Keaksaraan Fungsional, di program ini peserta didik diajarkan untuk melek
huruf, dan dapat mengimplimentasikan kemampuanya yang dimilikinya dalam
pembelajaraan Keaksaraan Fungsional di kehidupan sehari-hari. Kemampuan dalam
membca, menulis, dan menghitung sangatlah berfungsi dan dibutuhkan dikehidupan
sehari-hari masyarakat, maka dengan Keaksaraan Fungsional diharapkan kemampuan
membaca menulis dan menghitung masayrakat yang telah melek aksara dan
diterapkan serta berguna bagi kehidupan sehari-hari.
B.
Masalah
dalam Aplikasi Keksaraan Fungsional
Dewasa
ini Keaksaraan Fungsional telah berkembang pesat dan di tiap daerah paling
tidak terdapat satu lembaga yang mengadakan program tersebut. Namun, semakin
berkembangnya keaksaraan Fungsional Aplikasinya semakin mengalami kemunduruan
dalam pelaksanaanya. Berbagai masalah timbul didalam pelaksanaan program ini.
Seperti
masalah beberapa peserta didik tidak hadir pada pelaksanaan Keaksaraan
Funsional, padahal peserta tersebut telah terdata bahwa mengalami buta huruf
dan harus mengikuti keaksaraan fungsional. Hal ini disebabkan oleh beberapa
pola pandang masayrakat tentang KF sendidri. Adanya pandangan program ini
tidaklah diangap memiliki manfaat apapun bagi kehidupan keseharian dan hanyalah
membuang waktu. Sehingga muncul pandangan bahwa
kemampuan yang diajarkan tidaklah penting yang penting adalah bekerja
saja. Dan pada akhirnya mereka memilih istirahat saja atau bekerja saja
daripada harus datang ke acara KF.
Padahal
hal tersebut sangatlah salah, karena program keaksaraan Funsional dirancang
untuk mengaplikasikan kemamapuan membaca, menulis dan berhitung dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Moedzakir
(2010:170) bahwa pentingnya program Keaksaraan sesungguhnya cukup jelas,
dibutuhkan untuk menerima informasi dan ilmu. Pada era informasi seperti saat
ini ledakan informasi tengah terjadi sangat dahsyat. Seluruh media menjadi
sumber informasi. Surat kabar telah merambah keseluruh plosok tanah air dan
televisi telah masuk hampir ke semua rumah. Informasi yang tersebar menggandung
suatu wawasan yang akan diserap oleh masayrakat sebagai khalayak penerima
informasi. Ketika sesorang dengan wawasan yang luas maka dia akan dapata
melakukan sesuatu yang lebih dibandingkan oleh orang yang kurang wawasan.
Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan pula bahwa
orang yang dapat memahami informasi, dapat melakukan banyak hal yang
lebih dalam berbagai hal seprti menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
seseorang. Mulia dari masalah sosial, hukum, politi dan ekonomi. Hal ini sesuai
dengan yang di ungkapkan Moedzakir (2010:170) “dalam waktu yang bersamaan, orang
yang berwawasan lebih luas dapat melakukan lebih banyak hal ketimbang yang
berwawasan lebih sempit, karena itu dapat dipahami mengapa komunitas yang hidup
dalam berbagai keterbatasan kemampuan keaksaraan lebih banyak menyia-yiakan
waktu padahal waktu merupakan kesempatan yang sebenarnya berharga. Demikian
selanjutnya orang yang berwawasan sempit . Orang yang berwawasan luas tampak
lebih produktif ketimbang orang yang berfikir sempit...”.
Pada
dasarnya banyak masalah yang dihadapi masayrakat disebabakan mereka ketinggalan
tentang suatu informasai dan perkembangan yang ada di masa saat ini,
dikarenakan tidak dapat membaca. Seperti kasus yang dialami ole nenek tua yang
bernama Mbah. Minah seorang nenek yang
diseret ke mejah hijau lantaran menemukan 3 bauah kakao yang dibawa pulang
untuk dibuat bibit, namun dia terjerat hukum kareana hal tersebut sebab
pembawaan pulang buah kakao ini adalah
sebagai pencurian, sehingga nenek buta huruf ini mendapatkan hukuman percoban
satu bulan limabelas hari. Berita kasaus tentang Mbah. Minah ini adalah salah
satu bukti bahwa keaksaraan itu adalah sangat penting dan sangatlah berguna. Serta hal tersebut telah
menujukan bahwa orang yang buta aksara akan tertinggal oleh informasi dan sulit
untuk menyelesaikan masalah.
Selain
pola pandang masayrakat yang menjadi masalah ketidak maksimalan Program
Keaksaraan Fungsionalan ada juga masalah dalam sistem pembelajaran yang
dilakukan oleh progremmer atau
perancang program tersebut. Seperti
program pembelajaran yang hanya berdasarkan
kelompok belajar (kerja) saja yang akan membuat orientasi setelah keluar
dari Program mereka akan hanya bingung dan memilih kerja yang sesuai dengan
diajarkan pada Program Keaksaraan Fungsional dan ketika dia tidak menjumpai
pekerjaan yang sesuai, sehingga mereka menggangur ataupun bekerja serabutan
yang kurang bisa meemnuhi kebutuhan.
Sistem pembelajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan ini membuat
kemintan masyarakat terhadap Program Keaksaraan Fungsional.
C.
Keksaraan
Fungsional Berbasis Masalah
Berbagai
kendala yang dihadapi dalam aplikasi penerapan Keaksaraan Fungsional seperti
ketidakhadiran peserta karena anggapan tidak bergunanya Program Keaksaraan
Fungsional dan ketidak tepatan sistem pembelajaran yang tidak sesuai dengan
kebutuhan belajar dari peserta didik.
Hal ini dapat di selaesaikan dengan adanya Program Keaksaraan Fungsional
Berbasis Masalah. Program keaksaraan Berbasis Masalah adalah pemberantasan buta
aksara dengan sistem pembelajaran berbasis masalah.
Barrows
& Kelson (dalam Riyanto:2010:285) menggungkapkan bahwa “pembelajaran
Berbasis Masalah adalah Suatu model pembelajaran yang menuntut peserta didik
untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, belajar secara mandiri, dan menuntut
ketrampilan berpartisipasi dalam tim yang dilakukan secara kolaborasi dan
disesuaikan dengan kehidupan sementara Boud & Faletti (dalam Riyanto:2010:285)
berpendapat bahwa “suatu pendekatan ke arah penataan pembelajaran yang
melibatkan peserta didik untuk menghadapi permasalahan melalui praktik nyata sesuai
dengan kehidupan sehari-hari”. Dan Duch (dalam Yatim:2010:285) mengungkapkan
bahwa “suatu metode pembelajaran yang memberi peserta didik pada tantangan ‘belajar
untuk belajar’ untuk aktif berkelompok dan mencari solusi dari permasalahan
dunia nyata. Model ini mengembangkan peserta didik untuk berpikir kritis dan
analitis “.
Dari
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah
merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan peserta
didik dalam memecahkan masalah dengan menghadapkan peserta didik pada masalah
dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran.Pembelajaran berbasis
masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontruktivis. Dalam
model pembelajaran ini, guru berperan mengajukan permasalahan nyata, memberikan
dorongan, memotivasi dan menyediakan bahan ajar, dan fasilitas yang diperlukan
peserta didik untuk memecahkan masalah.
Selain
itu guru memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan
intelektual peserta didik. Prinsip utama pendekatan kontruktivis adalah ilmu
pengetahuan tidak dibangun secara pasif (guru menerangkan, peserta didik
mendengarkan), tetapi peserta didik dituntut untuk aktif dan berpikir kritis,
analitis. Model Keaksaraan Fungsional dengan Basis Masalah adalah dimana peserta
didik yang buta aksara diajarkan bagaimana cara membaca, menulis, dan berhitung
sesuai dengan masalah yang dihadapinya,
sehingga dia merasa tertarik dan lebih bersemangat dalam melaksanakan kegitan
pembelajaran tersebut.
Aplikasi
pembelajaran Berbasis masalah dalam Program Keaksaraan Fungsional dilakukan
dengan cara pengidentifikasian kebutuhan belajar seperti masalah yang dihadapi oleh pesertadidik.
Sosialisai dan pendekata dilakukan dimulai dari awal perencanaan rancangan
program tersebut sehingga peserta didik aktif dan ikut berkontribusi dalam
perancangan yang mereka inginkan.
Karatersitik pembelajaran Berbasis Masalah menurut Rideout
(dalam Riyanto, 2010:287) karateristik Pembelajaran berbasis masalah antara
lain:
1) Suatu
kurikulum yang disusun berdasarkan masalah relevan dengan hasil akhir
pembelajaran yang diharapkan bukan berdasarkan topik atau bidang ilmu dan,
2) Disediakan
kondisi yang dapat memfasilitasi kelompok belajar/ belajar secara mandiri atau
kolaborasi menggunakan pemikiran kritis,
dan membangun semangat untuk belajar seumur hidup.
Sedangkan
Arends (2004) mengidentifikasi 5 karakteristik pembelajaran berbasis masalah
yaitu :
1) Pengajuan
pertanyaan atau masalah. Guru memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan
siswa serta dapat diselidiki oleh peserta didik kepada masalah yang autentik
ini dapat berupa cerita, penyajian fenomena tertentu, atau mendemontrasikan
suatu kejadian yang mengundang munculnya permasalahan atau pertanyaan.
2) Keterkaitan
dengan disiplin ilmu lain.Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin
berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial)
masalah yang dipilih benar-benar nyata dan actual agar dalam pemecahannya,
peserta didik dapat meninjau dari berbagi disiplin ilmu yang lain.
3) Menyelidiki
masalah autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan peserta didik
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah yang disajikan. Metode penyelidikan ini bergantung pada masalah yang
sedang dipelajari.
4) Menghasilkan
produk atau karya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut peserta didik
untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program
komputer
5) Kolaborasi.Pembelajaran
berdasarkan masalah dicirikan oleh peserta didik yang bekerja sama satu dengan
yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan
penyelidikan sehingga dapat
menyelesaikan permasalahan yang disajikan.
Suatu pembelajaran tidaklah lepas dari
suatu kekurangan dan kelebihan begitupula dengan Pembelajaran Berbasis Masalah
ini. Berikut adalah kelebihan dan kelemahan Model Pembejaran Berbasis Masalah
1) Kelebihan
model pembelajaran berbasis masalah :
a) Pemecahan
masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b) Pemecahan
masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
c) Pemecahan
masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d) Pemecahan
masalah dapat membantu siswa bagaimana m entrasfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e) Pemecahan
masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f) Melalui
pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
g) Pemecahan
masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
h) Pemecahan
masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
i)
Pemecahan masalah dapat mengembangkan
minat siswa untuk secara terus menerus belajar.
2) Kelemahan
model pembelajaran berbasis masalah :
a) Kondisi
kebanyakan sekolah yang masih kurang kondusif untuk pendekatan model
pembelajaran berbasis masalah dalam hal sarana dan prasarana
b) Keberhasilan
strategi pembelajaran melalui problem solving memerlukan waktu yang cukup lama
untuk persiapan.
c) Model
pembelajaran berbasis masalah tidak mencakup semua informasi dan pengetahuan
dasar. Peserta didik tidak dapat memperoleh pemahaman materi secara
keseluruhan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keaksaraan adalah suatu program yang dibuat
oleh LSM atau diprogram oleh orang Pendidikan Luar Sekolah. Program keaksaraan
peserta didik diajarkan untuk menggenal huruf latin, belajar membaca, menulis
dan berhitung. Sedangakan Keaksaraan Funsional adalah suatu program dimana peserta
didik diajarkan untuk melek huruf, dan dapat mengimplimentasikan kemampuanya
yang dimilikinya dalam pembelajaraan Keaksaraan Fungsional di kehidupan
sehari-hari serta sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Berberapa masalah yang dihadapi oleh program
keaksaraan Fugsional seperti ketidak hadiran peserta didik dikareanakan pola
fikir mereka tentang ketidak bermanfaatan KF yang akan dikuti. Lebih memikirkan pekerjaan
dari pada kemampuanya untuk berkembang. Padahal kemampuan membaca, menulis dan
berhitung di era reformasi ini sangatlah penting agar kita tidak sampai
tertinggal informasi dan perkembangan, serta kita dapat menyelesaikan masalah
kita.
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu model pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan peserta didik
memecahkan masalah dengan menghadapkan peserta didik pada masalah dunia nyata
(real world) untuk memulai pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontruktivis. Prinsip utama
pendekatan kontruktivis adalah ilmu pengetahuan tidak dibangun secara pasif
(guru menerangkan, peserta didik mendengarkan), tetapi peserta didik dituntut
untuk aktif dan berpikir kritis, analitis. Implementasi model pembelajaran
berbasis masalah tidak kita sadari sebenarnya telah diterapkan pada proses
pembelajaran kita sehari-hari. Program Keaksaraan Fungsional Berbasis Masalah
adalah suatu Program Keaksaraan Fungsional dengan pembelajaran berbasis
masalah, dimana peserta didik diajarkan kemampuan dalam membaca, menulis, dan
berhitung berdasarkan masalah yang dihadapi olehnya pesertadidik dan lebih
kearah (real word).
DAFTAR RUJUKAN
Dep. 2013. Ribuan
Warga Buta Aksara. (Online, JPN.COM, 03 Maret 2013)
Liputan 6.Com (Online,
Memoriam.Perempuan-perempuan.2009-Liputan6/Blog.Liputan6/ YouTube.Com diakses
03 Maret 2013)
Moedzakir, Djauzi. Metode Pembelajaran untuk: Program-Program Pendidikan Luar Sekolah.2010.Malang
: UM PRESS
Nurcahya, Fikri. 2011. Keaksaraan Fungsional. Tugas
Jurnal (Online,
http://us.data.toolbar.yahoo.com/bh/v3/epa/?.sc=&.tc=&.intl=us&.cv=2.5.9.20130409112616&url=http%3A//jurnaltugas.blogspot.com/search/label/keaksaraan&error=2152398878,
diakses 25 Februari 2013)
Ridwan, Mohammad. 2013. Diduga Akibat Penyimpangan Program Keaksaraan Fungsional (Online,
http://Diduga Akibat Penyimpangan Program Keaksaraan
Fungsional//LENSAINDONESIA.COM diakses 03 Maret 2013)
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran : Sebagai
Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta : Kencana
Pronada Media Group.
UUD 1945.2002 (yang telah diamandemen, Amandemen ke
4). Penerbit APOLLO Surabaya.
UU Sisdiknas RI Nomor 20 Tahun 2003, Bab II, Pasal
3.